https://rentalmobiltegal.com/ju-panggola-di-gorontalo1627-2/
Ju Panggola di Gorontalo adalah seorang ulama, pendekar, dan waliyullah yang sangat terkenal pada abad ke-16. Pendek kata, Ju Panggola adalah seorang tokoh kharismatik yang makamnya dikeramatkan, dan hingga kini banyak orang yang selalu berziarah ke makamnya. Sebagai penghormatan, makam Ju Panggola dibangun di belakang mihrab Masjid Quba, di atas bukit dengan panorama yang indah di sekelilingnya. Ju Panggola sebenarnya adalah sebuah gelar yang berarti “pemimpin yang dituakan”. Masyarakat Gorontalo pada zaman dahulu mengenal Ju Panggola sebagai seorang lelaki tua berjubah putih yang panjangnya sampai ke lutut. Ia juga dikenal dengan sebutan Ilato atau Halilintar karena perjuangannya melawan penjajah Belanda. Legenda menyebutkan ia mampu menghilang dan muncul kembali jika negara sedang dalam keadaan yang sulit. Atas jasa-jasanya, Ju Panggola mendapat sebutan adat sebagai “Ta Lo’o Baya Lipu” atau orang yang berjasa kepada rakyat”, sebagai lambang kehormatan dan keluhuran martabat negara. Ju Panggola juga dikenal sebagai penyebar agama Islam. Berkat penguasaan ilmu agama yang tinggi, ia tidak hanya dikenal sebagai Ulama, tetapi juga sebagai Wali Allah. Dan sebagai seorang petarung, ia juga dikenal sebagai pendekar yang ahli dalam ilmu bela diri yang dalam bahasa Gorontalo disebut Langga. Berkat kesaktiannya pula, ia tidak perlu melatih muridnya secara fisik, cukup dengan meneteskan air ke mata muridnya, dan setelah itu muridnya akan menguasai jurus-jurus bela diri yang mengagumkan secara spontan.
Namun ada versi legenda lain yang menyebutkan Ilato adalah seorang Raja. Akan tetapi, tidak ada yang dapat memastikan apakah Ilato Ju Panggola juga merupakan Raja Ilato, putra Raja Amai yang memerintah Kerajaan Gorontalo dari tahun 1550 – 1585, dan menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Yang pasti, pada sebuah prasasti batu di bukit yang juga menjadi fondasi Masjid Quba, tertulis kalimat: Masjid Quba, makam Ta’awuliya Raja Ilato Ju Panggola, Ta Lo’o Baya Lipu, 1673 M, wafat Ahad 1 Muharam 1084 H. Seperti banyak legenda lainnya, ada versi yang menyebutkan, Ju Panggola meninggal di Mekkah. Namun versi lain menyebutkan, ia tidak meninggal, melainkan menghilang secara gaib. Lalu bagaimana dengan makam di balik mihrab Masjid Quba yang diyakini sebagai makam Ju Panggola? Menurut keterangan pejabat pariwisata setempat, makam keramat tersebut dibangun oleh warga setempat hanya untuk menghargai keajaiban di tanah tempat makam tersebut berada saat ini. Tanah putih di bukit itu sangat harum. Menurut cerita para tetua, Ju Panggola pernah membuat surat wasiat, “Di mana pun ada bau harum dan tanahnya putih, di situlah aku berada.” Itulah sebabnya penduduk setempat menganggap bukit itu adalah tempat Ju Panggola “beristirahat lama.”
Makam suci Ju Panggola berada di dalam sebuah ruangan berukuran 3 x 3 meter. Lantainya terbuat dari keramik putih, sewarna dengan teralis yang menutupi dinding hingga ke lantai. Sebuah kipas angin terpasang di langit-langit makam. Menurut penjaga makam, tanah yang berwarna putih dan harum itu kerap diambil oleh para peziarah, karena mereka percaya sejumput tanah makam dapat dijadikan obat. Bahkan ada juga gadis-gadis yang membawa pulang segumpal tanah untuk dijadikan bedak tabur. Mereka percaya tanah itu dapat membuat mereka lebih cantik. Ajaibnya, meski tanah itu kerap diambil oleh para peziarah, tanah makam itu tidak pernah berlubang atau mengecil. Saat musim kemarau tiba, banyak orang yang berziarah ke makam tersebut. Di makam Ju Panggola yang dikeramatkan, mereka biasanya berdoa selama tujuh hari sambil berpuasa dan berdoa dengan khusyuk. Ada pula sebagian peziarah yang melakukan ritual khusus dengan menaruh sebotol air di dalam makam selama tiga hari tiga malam. Mereka berharap air tersebut dapat menjadi obat segala macam penyakit.