https://rentalmobiltegal.com/8-tradisi-unik-masyarakat-sumba/
Sumba merupakan sebuah pulau yang terletak di bagian selatan Indonesia yang sangat terkenal akan keindahan alam, adat istiadat, dan budayanya. Tak heran, keindahan alam dan adat istiadat Sumba yang kental membuat pulau yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini menjadi incaran para wisatawan domestik maupun mancanegara.
Salah satu adat istiadat yang masih dianut oleh masyarakat Sumba adalah Agama Marapu. Agama ini memiliki kepercayaan untuk memuja leluhur. Masyarakat yang tinggal di desa adat atau pedalaman biasanya masih menganut agama ini. Selain kepercayaan Marapu, berikut ini adalah adat istiadat unik masyarakat Sumba lainnya.
Ketapel
Bagi yang pernah menonton film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, pasti awalnya kaget melihat warga Sumba terlihat santai menenteng parang panjang.
Sumba tidak identik dengan kekerasan. Parang panjang disebut “Katopo”. Ini adalah aksesori yang biasanya dibawa oleh penduduk. Ukuran Katopo sekitar 50 hingga 70 sentimeter. Benda tajam itu diselipkan di kain yang dililitkan di pinggang.
Bagi kaum pria, Katopo juga merupakan simbol kejantanan. Baik pria maupun wanita di Sumba menggunakan Katopo sebagai alat bantu bekerja, baik di ladang maupun di pertanian.
Pasola
Setiap tahunnya, Sumba menyelenggarakan Upacara Kuda Pasola sebagai tradisi. Kuda yang telah dikembangbiakkan sejak zaman dahulu di sana juga menjadi status sosial bagi masyarakat Sumba.
Atraksi utama dalam tradisi Pasola adalah adegan saling serang antarkampung. Para pemuda menunggang kuda sambil melemparkan lembing atau menghunus parang atau yang disebut katapo. Namun tenang saja, tidak ada yang terluka parah dalam atraksi mengerikan ini.
Pasola masih diselenggarakan di beberapa desa adat yang masih kental dengan kepercayaan Marapu, seperti di Kodi (Sumba Barat Daya) dan Wanokaka, Lamboya, dan Gaura (Sumba Barat). Pasola dilaksanakan secara bergantian di sana dari bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya.
Pemerintah daerah yang didukung Kementerian Pariwisata kemudian mengemas tradisi unik Sumba tersebut ke dalam apa yang disebut Festival Pasola .
Batu Nisan
Di desa-desa adat dan daerah-daerah terpencil penduduk Sumba, bangunan batu berbentuk kubus yang digunakan sebagai makam keluarga masih terlihat hingga saat ini.
Jenazah tidak dibaringkan telentang, melainkan melingkar seperti bayi di dalam janin. Sebelum “disimpan” di dalam makam batu, jenazah juga telah dibalut dengan pakaian adat Sumba.
Belis
Belis merupakan tradisi pemberian hadiah untuk pernikahan di masyarakat Sumba. Para lelaki yang hendak melamar wanita Sumba diharuskan untuk memberikan sejumlah hewan ternak sebagai hadiah, mulai dari kerbau, sapi, babi hingga Kuda Cendana atau Pasola.
Jumlah hewan kurban yang diperlukan dalam perkawinan ditentukan oleh keluarga mempelai perempuan, sehingga keluarga mempelai laki-laki harus memenuhinya.
Semakin terhormat keluarga mempelai pria, semakin banyak pula hewan ternak yang harus diberikan. Misalnya, seorang pria ingin menikahi wanita dari keluarga bangsawan, minimal ia harus membawa 40 ekor Kuda Pasola beserta puluhan ekor ternak lainnya.
Kede
Kede merupakan upacara kematian dalam adat Sumba. Keluarga dan kerabat almarhum akan mengantarkan hewan ternak ke kediaman almarhum. Berbeda dengan pernikahan di Sumba, dalam kede tidak ada batasan jumlah hewan ternak yang harus diberikan.
Setelah ternak diterima, keluarga yang berduka segera menyembelih hewan tersebut, lalu dimasak dan dihidangkan kepada pelayat. Prosesi ini hampir sama dengan adat Tana Toraja, tetapi tanpa adu kerbau.
Tradisi “Pahilir”
Tradisi unik masyarakat Sumba lainnya yang belum banyak diketahui orang adalah “Tradisi Pahillir” atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “tradisi menghindar”.
Tradisi ini tidak memperbolehkan “menantu perempuan dengan mertua laki-laki atau menantu laki-laki dengan ibu mertua” berkomunikasi atau bersentuhan langsung, bahkan barang milik masing-masing pun tidak boleh disentuh.
Bagi masyarakat Sumba hal ini merupakan hal yang tabu dan tidak pantas sehingga ketika bertemu harus menghindar atau di Sumba Timur dikenal dengan istilah “pahilir”.
Tradisi Ciuman Hidung
Tradisi unik yang dapat ditemukan ketika berkunjung ke Pulau Sumba adalah tradisi mencium hidung atau “pudduk” (dalam bahasa Sumba Timur). Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur masyarakat Sumba.
Tradisi mencium hidung bagi masyarakat Sumba merupakan simbol kedekatan keluarga dan persahabatan. Jika ada pihak yang bertikai dan ingin berdamai, maka akan dilakukan ciuman hidung yang merupakan simbol perdamaian.
Meski tradisi mencium hidung sudah menjadi adat dan kebiasaan bagi masyarakat Sumba, namun tradisi ini tidak dapat dilakukan di sembarang tempat dan waktu. Tradisi ini hanya dapat dilakukan pada saat-saat tertentu saja, seperti saat proses pelaksanaan adat perkawinan, pernikahan, ulang tahun, hari besar keagamaan, pesta adat, acara duka cita dan acara damai.
Mengunyah Pinang
Bagi masyarakat Sumba, tradisi mengunyah sirih pinang atau “happa” (bahasa Sumba Timur) merupakan simbol kekerabatan dalam hubungan sehari-hari bahkan dalam berbagai peristiwa seperti pernikahan dan kematian.
Tradisi ini dilakukan dengan cara mengunyah buah pinang dan jeruk nipis yang akan menyebabkan gigi dan mulut menjadi kemerahan. Jangan heran ketika Anda berkunjung ke rumah-rumah penduduk setempat, Anda akan disuguhi buah pinang sebagai simbol rasa hormat dan keakraban.
Tradisi pinang pinang juga merupakan simbol komunikasi dengan roh leluhur yang telah meninggal dan sering disajikan dalam beberapa acara penting, seperti pernikahan dan upacara kematian.